Sabtu, 22 Februari 2014

konsep hutang dan ekuitas

2.1. KARAKTERISTIK HUTANG
            Dalam FASB dalam SFAC No. 6, hutang didefinisikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi masa lalu.
            Sama dengan definisi hutang yang dikemukakan FASB, IAI (1994) definisi hutang (kewajiban) yaitu hutang perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomi (paragraph 62).
Dari pengertian tersebut komponen utama hutang antara lain:
1.      Kewajiban Sekarang
          Kewajiban timbul karena pada saat sekarang suatu entitas memiliki tanggung jawab yang tidak dapat dihindari untuk menyerahkan barang/jasa. Objek hutang yang sebenarnya adalah kewajiban yang ada pada saat sekarang.
          Oleh karena itu, menurut Kam (1990: p.111) definisi hutang yang lebih menunjukkan pada saat sekarang adalah kewajiban suatu unit usaha yang merupakan keharusan bagi unit usaha tersebut untuk menyerahkan aktiva/jasa pada pihak lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi di masa lalu. Kewajiban dikelompokkan menjadi dua jenis, antara lain:
1)   Kewajiban pada kreditor/hutang
2)   Kewajiban kepada pemilik
          Meskipum kedua pihak tersebut memiliki hak terhadap aktiva, namun keduanya memiliki hak yang berbeda. Kreditor memiliki hak untuk didahulukan pelunasannya dalam kasus likuidasi. Sedangkan untuk pemilik, hak atas aktiva hanya didasarkan pada sisa aktiva setelah kewajiban terhadap kreditor terpenuhi.
2.      Hasil Transaksi Masa Lalu
          Syarat lain dari hutang adalah berasal dari transaksi masa lalu. Transaksi tersebut menunjukkan transaksi yang benar-benar telah terjadi sehingga dapat digunakan untuk memastikan bahwa hanya kewajiban sekarang yang harus dicatat sebagai hutang dalam neraca.
2.2. TERJADINYA HUTANG
            Intrepretasi terhadap terjadinya hutang cenderung didasarkan konsep economic substance over legal form bukan semata-mata pada aspek yuridisnya. Dengan demikian, apabila dinilai dari substansi ekonomi suatu transaksi/peristiwa memenuhi kriteria hutang, otomatis hutang akan diakui dan disajikan dalam neraca.
1.      Keadaan Yang Dapat Menimbulkan Hutang
          Untuk menentukan suatu transaksi sebagai hutang atau bukan, sangat tergantung pada kemampuan untuk menafsurkan transaksi/kejadian yang emnimbulkannya. Namun demikian, ditinjau dari penafsiran sematik apabila suatu kewajiban dalam kenyataannya memang ada, maka yang paling penting adalah mencatat hal tersebut sebagaisuatu hutang tanpa memperhatikan bagaimana terjadinya.
          Kohler, (1970: hal.263) menyatakan bahwa hutang adalah suatu jumlah yang harus dibayar dalam bentuk uang, barang, atau jasa khususnya hutang yang memiliki kriteria sebagai berikut:
1)   terjadi/telah terjadi
2)   terjadi pada suatu saat tertentu di masa mendatang
3)   terjadi karena tidak dilaksanakannya suatu tindakan di masa yang akan datang.

          Atas dasar hal di atas, dapat dirumuskan bahwa hutang dapat terjadi karena beberapa faktor. Hutang dapat terjadi karena faktor berikut ini:

1)   Kewajiban legal/kontrak (Contractual liabilities)
     Kewajiban legal adalah hutang yang timbul karena adanya ketentuan formal berupa peraturan hukum untuk membayar kas atau menyerahkan berang (jasa) kepada entitas tertentu.
2)   Kewajiban konstruktif (constructive liabilities)
     Kewajiban konstruktif timbul karena kewajiban tersebut sengaja diciptakan untuk tujuan/kondisi tertentu, meskipun secara formal tidak dilakukan melalui perjanjian tertulis untuk membayar sejumlah tertentu dimasa yang akan datang.
3)   Kewajiban equitable
     Kewajiban ekuitabel adalah hutang yang timbul karena adanya kebijakan yang diambil oleh perusahaan karena alas an moral/etika dan perlakuannya diterima oleh praktik secara umum.

2.      Unconditional Right Of Offset
          Kewajiban yang berasal dari kontrak berjalan untuk memperoleh suatu barang dan jasa di masa mendatang dapat dikatakan sebagai suatu transaksi hutang atau sebaliknya bukan hutang. Kewajiban tersebut merupakan suatu transaksi keuangan yang berasal dari transaksi usaha dan menimbulkan kewajiban untuk melakukan pembayaran di masa mendatang, apabila suatu barang atau jasa telah diterima. Umumnya akuntan tidak akan mencatat kontrak tersebut apabila tidak ada satu pihakpun yang melaksanakan suatu prestasi kerja. Alasannya adalah sebelum barang tersedia, kewajiban pembeli terhadap hak penguasaan aktiva ditandai oleh hak pembeli untuk menerima barang tersebut.
          Dalam kondisi tertentu kontrak yang harus dilaksanakan atas pembelian barang atau jasa dapat tidak dilaporkan bila kewajiban terhadap komitmen pembelian tersebut melebihi nilai barang yang diperoleh. Misalnya jika terdapat penurunan yang material terhadap harga barang terjadi setelah kontrak pembelian jangka panjang ditandatangani, maka kewajiban tersebut melebihi nilai hak menurut kontrak. Akibatnya timbul suatu kerugian. Oleh karena itu pencatatan terhadap hutang hanya dilakukan sebesar kerugian yang terjadi dari pelaporan laba bersih dan mengkredit jumlah yang sama dengan debet kerugian yang timbul. Secara umum dapat dirumuskan bahwa hutang harus diakui dalam laporan keuangan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)   Ada kemungkinan bahwa pengorbanan potensi jasa/manfaat ekonomi masa mendatang akan dilakuka atau akan terjadi
2)   Jumlah hutang dapat diukur dengan cukup pasti

          Sementara itu Kam (1990) mengatakan bahwa hutang dapat diakui berdasarkan kondisi berikut ini:
1)   Didasarkan pada hukum
     Adanya dasar hukum yang menyebabkan terjadinya hutang adalah syarat legal untuk mengakui hutang, meskipun seringkali dapat terjadi karena kewajiban equitable.
2)   Pemakaian prinsip konservatisme
     Prisip konservatisme mensyaratkan untuk mengantisipasi kerugian dari pada keuntungan. Jadi rugi/hutang akan segera diakui kalau ada kemungkinan akan terjadi. Pencatatan terhadap rugi/hutang semacam ini merupakan praktek yang diterima umum.
3)   Substansi ekonomi suatu transaksi
     Apabila suatu transaksi ditinjau dari makna ekonominya telah terjadi, maka hutang dapat segera diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan.
4)   Kemampuan mengukur nilai hutang
     Kriteria ini berkaitan dengan reabilitas informasi. Apabila pengukuran terhadap hutang sangat subyektif/arbritrer, maka lebih baik tidak dilakukan pengukuran dan hutang tidak dicatat dalam neraca.
2.3. PENGUKURAN HUTANG
            Dasar pengukuran hutang adalah jumlah rupiah sumber ekonomi yang harus dikorbankan apabila pada saat penilaian (pelaporan), hutang dilunasi. Dengan demikian, dasar penilaian yang digunakan adalah nilai sekarang pengeluaran kas/pengorbanan sumber ekonomi masa mendatang untuk melunasi hutang tersebut sampai tanggal jatuh tempo. Besarnya nilai hutang tersebut harus didiskontokan dengan tingkat bunga tertentu dengan rumus sebagai berikut:
PV = F (1 + r)-1

PV       = Nilai sekarang dari hutang pada tanggal penilaian
F          = Aliran kas masa mendatang pada periode t dari tanggal penilaian
r           = tingkat bunga

            Dasar penilaian tersebut berlaku untuk semua hutang. Weil (1990) menyebutkan bahwa pendiskontoan terhadap elemen laporan keuangan hanya dapat dilakukan bila:
1.      Elemen tersebut menunjukkan klaim kepada atau kewajiban untuk membayar sejumlah tertentu yang dapat ditaksir dengan cukup pasti
2.      Perusahaan akan membayar jumlah tersebut dalam periode lebih dari satu tahun setelah tanggal neraca
3.      Klaim/kewajiban timbul dari transaksi, kecuali transaksi executor contract
4.      perusahaan telah merevaluasi elemen neraca karena adanya informasi baru.
2.4. PENYELESAIAN HUTANG
            IAI (1994: paragraf 62) dalam SAK menyebutkan bahwa penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan:
1.      Pembayaran kas
2.      Penyerahan aktiva
3.      Pemberian jasa
4.      Penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban yang lain atau,
5.      Konversi kewajiban menjadi ekuitas
            Kewajiban juga dapat dihapus dengan cara lain seperti kreditor membebaskan atau membatalkan haknya.
1.      In-Subsance Defeseance
          In-Subsance Defeseance adalah suatu rencana perjanjian dimana seorang debitur menempatkan sejumlah tertentu harta moneter secukupnya yang bebas resiko pada kuasa badan perwakilan (trust) tertentu untuk digunakan sebagai pembayaran hutang di masa mendatang.
          Gambaran tentang pelunasan hutang dengan cara In-Subsance Defeseancedapat dilihat pada contoh berikut ini. PT. A mempunyai hutang obligasi sebesar Rp. 10.000.000 dengan tingkat bunga 8% per tahun, jangka waktu pelunasannya 10 tahun. Atas hutang tersebut PT. A membeli sertifikat bank Indonesia senilai Rp. 10.000.000 dengan tingkat bunga 8% per tahun, jangka waktu pelunasannya 10 tahun. Pembelian tersebut dilakukan secara tunai dengan total pengeluaran Rp. 7.500.000. sertifikat Bank Indonesia kemudian diserahkan pada badan perwakilan untuk digunakan sebagai pelunasan hutang. Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut:

Pada saat pembelian:
Investasi sertifikat Bank Indonesia                  Rp. 10.000.000
          Kas                                                                  Rp. 10.000.000




Pada saat penempatan sertifikat Bank Indonesia pada badan perwakilan:
Hutang Obligasi                                                     Rp. 10.000.000
          Investasi sertifikat Bank Indonesia                            Rp. 7.500.000
          Untung (extraordinary)                                               Rp. 2.500.000

          Keuntungan PT. A dalam melakukan transaksi semacam itu adalah sebagai berikut:
1)   Hutang akan berkurang sehingga rasio debt equity menjadi lebih baik
2)   Laba bersih tahun berjalan akan meningkat
3)   Untuk tujuan pajak, untung tidak dapat diakui
4)   Pendapatan bunga dari Sertifikat Bank Indonesia dapat digunakan untuk menutup biaya bunga atas hutang obligasi

2.      Kredit Tangguhan (Deferred Credit)
          Dalam laporan keuangan sering kali timbul masalah yang berkaitan dengan perlakuan kredit tangguhan tertentu yang dimasukkan sebagai hutang misalnya uang muka yang dibayar pembeli tetapi produk belum diserahkan kepada pembeli. Kasus demikian menunjukkan adanya kewajiban untuk menyerahkan aktiva atau jasa pada masa mendatang kepada pembeli. Dengan demikian transaksi tersebut jelas dianggap sebagai hutang. Kredit tangguhan yang sering menjadi masalah laba kotor belum direalisasi yang timbul dari penjualan angsuran.
          Apabila prinsip pengakuan pendapatan atas penjualan angsuran diterapkan, laba hanya akan diakui bila terdapat kas yang diterima atas penjualan angsuran tersebut. Laba kotor yang belum direalisir merupakan perbedaan antara penjualan dan cost barang terjual atas penjualan angsuran.




3.      Hutang Dan Rugi Kontijensi (Contingent loss/Liabilities)
          Dalam FASB Statement No. 5 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kontijensi adalah suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan ketidakpastian akan timbulnya kemungkinan hutang atau rugi suatu perusahaan, dimana timbulnya kemungkinan tersebut tergantung pada terjadi atau tidaknya suatu hutang terutama menyangkut kewajiban sekarang atau masa mendatang.

2.5. KONSEP EKUITAS
            Ekuitas pemilik pada dasarnya bukan kewajiban, tetapi merupakan klaim sisa (residual claim) terhadap aktiva. Oleh karena itu, konsep ekuitas tidak dapat didefinisikan tersendiri. FASB Statement of Financial Accounting Concepts No.6 mendefinisikan ekuitas sebagai “hak sisa terhadap aktiva suatu entitas setelah dikurangi hutang”. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa dua karakteristik ekuitas adalah sebagai berikut:
1.      Ekuitas sama dengan aktiva neto, yaitu selisih antara aktiva perusahaan dengan hutang perusahaan.
2.      Ekuitas dapat bertambah atau berkurang karena kenaikan atau penurunan aktiva neto baik yang berasal dari sumber bukan pemilik (pendapatan dan biaya) maupun investasi oleh pemilik atau distribusi kepada pemilik.
2.6. TEORI EKUITAS
            Teori ekuitas adalah teori yang menjelaskan sudut pandang yang digunakan dalam akuntansi berkaitan dengan penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Dengan kata lain, penyusunan dan penyajian laporan keuangan sangat tergantung pada sudut pandangyang digunakan yaitu siapa yang dianggap paling berkepentingan terhadap laporan keuangan.



1.      Teori Proprietary
          Teori ini muncul sebagai perwujudan dari sistem pembukuan berpasangan. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada pemilik. Jadi dalam akuntansi, tujuan perusahaan, jenis modal, makna rekening dan lain-lain semuanya dilihat dari sudut pandang pemilik. Dengan demikian tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran pemilik. Persamaan akuntansi yang digunakan adalah

Aktiva – hutang = modal
          Aktiva merupakan kekayaan pemilik, sementara hutang merupakan kewajiban pemilik. Kepemilikan ini dianggap sebagai nilai bersih dari perusahaan untuk pemilik. Ketika usaha baru dimulai, nilai ini sama dengan investasi pemilik. Selama berjalanmya usaha maka nilai perusahaan sama denganinvestasi awal ditambahakumulasi laba bersih setelah dikurangi prive untuk pemilik. Jadi teori proprietary menganut wealth concept.
          Teori proprietary sangat cocok diterapkan untuk organisasi perusahaan perseorangan dan firma oleh karna dalam bentuk organisasi ini ada hubungan personal antara manajemen perusahaan dengan pemilik perusahaan. Hal ini disebabkan laba bersih atau net inocme ditambah setiap periode ke rekening modal pemilik walaupun perhitungan laba bersih tidak mengukur kenaikan bersih kekayaan.

Makna laba (Income)
          Berdasarkan sudut pemilik, pendapatan diartikan kenaikan modal pemilik, sementara biaya diartikan Sebagai penurunan modal pemilik. Dengan demikian laba merupakan kenaikan kekayaan atau kemakmuran pemilik selama satu periode yang menjadi hak bagi pemilik

2.      Teori Entitas ( Kesatuan Usaha)
          Teori entitas muncul untuk mengatasi kelemahan yang melekat pada teori proprietary. Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan kegiatan usaha menyebabkan perusahaan menjadi unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari identitas pemilik. Hal ini berarti terdapat pemisah antara kepentingan pribadi pemilik dengan kepentingan perusahaan. Perusahaan dianggap Bertindak atas nama dan kepentingannya sendiri terpisah dari pemilik. Teori entitas didasarkan atas persamaan akuntansi:

Aktiva = Hutang = Modal
Atau
Aktiva = Modal ( Hutang = Modal Pemilik)
          Jadi hutang adalah kewajiban khusus perusahaan, dan aktiva menunjukkan hak perusahaan menerima barang dan jasa khusus atau manfaat lainnya
          Teori entitas memiliki dua versi, yaitu versi tradisional dan versi baru. Perbedaan kedua versi tersebut terletak pada sudut pandang yang digunakan dalam melihat enntitas.

1)   Versi Tradisional
     Menurut pandangan tradisional perusahaan beroperasi untuk pemegang ekuitas (equity holders) yaitu pihak yang memberi dana bagi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus melaporkan status investasi dan konsekuensiinvestasi yang dilakukan pemilik
2)   Versi Baru
     Pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan beroperasi atas namanya sendiri dan berkentingan terhadap kelangsungan hidupnya sendiri.

          Meskipun kedua pandangan diatas memusatkan perhatiannya pada kesehatan usaha ( entitas yang independen), namun pandangan tradisional melihat pemegang ekuitas sebagai partner dalam kegiatan usaha yang dijalankan. Sedangkan pandangan baru melihat pemegang ekuitas sebagai pihak luar perusahaan. Olek karena pemilik dan kreditor merupakan pemegang ekuitas yang memberi dana, maka persamaan akuntansinya adalah:
Aktiva = Ekuitas
          Atas dasar teori entitas, neraca yang disajikan mengandung makna sebagai berikut:
1)   Aktiva perusahaan menyajikan informasi langsung mengenai nilai unit usaha
2)   Ekuitas menunjukkan laporan tidak langsung terhadap jumlah nilai yang sama
3)   Aktiva adalah milik perusahaan
4)   Hutang merupakan kewajiban perusahaan bukan kewajiban pemilik
5)   Aktiva non monoter lebih relevan bila diukur dengan cost histories karena nilai total aktiva sama dengan umlah pasivanya.

Makna laba
          Dalam pendekatan entitas ini, laporan rugi laba relevan dibandingkan neraca, alasannya:
1)   Pemegang ekuitas lebih tertarik pada alba yang merupakan hasilm dari investasi mereka
2)   Perusahaan didirikan dengan maksud mencari laba
3)   Laba merupakan perubahan dalam aktiva bersih perusahaan
4)   Pendapatan adalah aliran masuk aktiva karena transaksi yang dilakukan perusahaan
5)   Biaya adalah cost aktiva atau jasa yang digunakan perusahaan dalam rangka menghasilkan pendapatan
Laba ditahan
Menurut pandangan tradisional:
·         Bunga pinjaman adlah distribusi laba ditahan atas pemakaian pinjaman modal bukan biaya bagi kreditor
·         Deviden merupakan distribusi laba ditahan bagi pemilik saham
·         Pajak penghasilan merupakan distribusi laba ditahan

Menurut pandangan baru
          Kreditor dan pemegang saham dianggap sebagai pihak luar. Bunga pinjaman, deviden dan pajak penghasilan dianggap sebagai biaya perusahaankarena menu

3.      Teori Ekuitas Residual
          Seorang teoritisi akuntansi William Paton (1962) menyatakan bahwa ekuitas residual merupakan salah satu  jenis ekuitas dalam kerangka teori entitas. Dalam pandangan teori entitas, pemegang saham memiliki ekuitas di perusahaan seperti pemegang ekuitas lainnyan, tetapi pemegang saham tidak dianggap sebagai pemilik.
          Jadi, teori ekuitas residual merupakan pandangan antara teori proprietary dan teori entitas. Dalam pandangan ini persamaan akuntansinya menjadi:

Aktiva – Ekuitas khusus = Ekuitas Residual
          Ekuitas khusus meliputi klaim kreditur dan ekuitas pemegang saham preferen. Namun demikian pada kasus khusus dimana kerugian begitu besar sehingga perusahaan mengalami kebangkrutan, ekuitas pemegang saham biasa dapat hilang dan pemegang saham preferen atau pemegang obligasi menjadi pemegang ekuitas residual.

          Tujuan pendekatan ekuitas residual adalah memberikan informasi yang lebih baik kepada pemegang saham biasa dalam rangka pengambilan keputusan investasi. Pemegang saham biasa pada umumnya dianggap memiliki ekuitas residual di dalam laba perusahaan dan di dalam aktiva bersih pada saat likuidasi. Oleh karena laporan keuangan umumnya disusun tidak dalam rangka likuidasi, maka informasi yang disajikan dalam kaitannya dengan    ekuitas residual harys berguna untuk memprediksi dividen masa datang bagi pemegang saham biasa

4.      Teori Enterprise
          Teori enterprise suatu perusahaan merupakan konsep yang lebih luas dibandingkan teori entitas. Di dalam teori entitas perusahaan dipandang sebagai unit ekonomi terpisah yang dioperasikan dalam rangkamemberikan manfaat bagi pemegang saham. Sedankan dalam teori enterprise perusahaan dipandang sebagai lembaga dosial yang dioperasikan dalam rangka memberikan manfaat bagi banyak pihak yang berkepentingan.
          Dalam arti luas pihak-pihak yang berkepentingan meliputi pemegang saham, kreditur, pegawai, konsumen, pemerintah dan masyarakat secara umum. Jadi bentuk luas dari teori enterprise dapat dipandang sebagai teori akuntansi sosial

5.      Teori Dana
            Teori dana mengabaikan asumsi hubungan personal dalam teori proprietary dan asumsi personifikasi perusahan sebagai unit ekonomi dan legal secara artifisal dalam teori entitas. Menurut teori dana, unit aktivitas  operasi merupakan dasar akuntansi. Unit aktivitas operasi ini disebut dana yang meliputi sekelompokaktiva dan restriksi atau batasan-batasan yang menggambarkan fungsi atau aktivitas ekonomi. Teori dana berdasarkan pada persamaan akuntansi sebagai berikut:
Aktiva = Restriksi Aktiva
            Aktiva menggambarkan jasa prospektif kepada dana atau unit operasi. Hutang merupakan retriksi aktiva khusus atau umum dari dana. Modal yang diinvestasikan mencerminkan retriksi legal atau financial untuk menggunakan aktiva. Konsep teori dana ini banyak digunakan di sektor pemerintah dan lembaga nir laba.

6.      Posisi FASB
            Financial Accounting Standard Board (FASB) sangat jelas mengadopsi teori ekuitas residual ketika berhubungan dengan ekuitas pemilik yang menyatakan“ hak residual pada aktiva suatu entitas yang tersisa setelah di kurangi hutang”. Pandangan ini sejalan dengan tujuan akuntansi yang  dinyatakan oleh FASB yaitu menyediakan informasi khususnya kepada investor atau lebih khusus kepada peemegang saham biasa.

2.7. LAPORAN NILAI TAMBAH (VALUE ADDED) SEBAGAI PELENGKAP LAPOREAN KEUANGAN
            Laporan nilai tambah menunjukkan pendapatan suatu perusahaan sebagai kesatuan usaha dan bagaimana nilai tambah ini didistribusikan kepada kelompok-kelompok yang menyumbangkan terciptanya nilai tambah tersebut. Tidak seperti halnya laporan laba rugi yang menitik beratkan kepada laba yang tersedia bagi pemilik, laporan nilai tambah memandang bahwa kegitan suatu perusahaan tidak lain adalah usaha kolektif dari beberapa kelompok orang, yaitu pemegang saham, kreditur, pegawai perusahaan dan pemerintah.
1.      Konsep Nilai Tambah
          Konsep nilai tambah secara umum dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara penghasilan kotor yang diterima oleh suatu perusahaan dari hasil penjualan produk dan jasa dengan jumlah uang yang dibayarkan untuk membeli bahan baku dan jasa lain yang disediakan oleh pemasok dari luar perusahaan. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa nilai tambah pada dasarnya adalah hasil penjualan dikurangi dengan biaya bahan baku dan jasa pihak luar yang digunakan dalam rangka menciptakan penghasilan tersebut. Sebagian dari hasil penjualan dipakai untuk membayar bahan baku dan jasa yang dibeli dari masyarakat di luar perusahaan. Sisanya adalah kekayaan atau nilai tambah perusahan atau nilai tambah perusahaan yang diciptakan oleh pegawai yang ada di dalam perusahaan yang  bekerja dengan sejumlah modal yang berasal dari pemegang saham, kreditur dan pemakaian fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah

2.      MetodePenentuan Nilai Tambah
          Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung nilai tambah suatu perusahaan, yaitu:
1)   Metode Subtractive, yaitu nilai tambah perusahaan dapat dihitung dari besarnya nilai penjualan atau output kotor perusahaan yaitu dengan cara hasil penjualan (HP) dikurangi dengan beban input (BI) yang terdiri dari bahan baku atau jasa yang dibeli dari luar perusahaan yang dipakai untuk menghasilkan penjualan tersebut atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

NT = HP - BI

2)   Metode additive merupakan nilai tambah perusahaan dapat dihitung dari laporan laba opeasi, yaitu dengan cara menjumlahkan jumlah input produksi yang berasal dari modal dan tenaga kerja dalam rangka menghasilkan penjualan. Dalam istilah akuntansi adalah jumlah laba operasi (sebelum pajak, bunga dan pos-pos luar biasa tetapi setelah menghilangkan unsur beban operasi dan laba yang berasal dari kegiatan non produksi) ditambah dengan biaya gaji dan upah pegawai atau secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
NT = BG + (LO – NP)
NT : Nilai Tambah
BG : Beban Gaji dan Upah
LO : Laba Operasi
NP : Beban Operasi dan Laba yang Berasal dari Kegiatan Non Produksi

3.      Penyusunan Laporan Nilai Tambah
          Laporan keuangan nilai tambah dapat disusun dengan mudah hanya dengan mengubah laporan Laba Rugi. Besarnya laba yang ditahan perusahaan dapat dihitung dengan cara mengurangkan berbagai macam beban, pajak dan deviden dari hasil penjualan atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

LD = HP – BI – Dep – BG – I – Div – T…….(1)
LD : Laba Ditahan
HP : Hasil Penjualan
BI : Total Beban Input Bahan Baku dan Jasa Lain
BG : Beban Gaji dan Upah Pegawai
Dep : Beban Depresiasi
I : Beban Bunga
Div : Deviden yang Dibayar
T : Pajak Penghasilan

          Dengan mengubah persamaan (1) yaitu memindahkan elemen hasil penjualan, beban input dan beban depresiasi ke sebelah kiri persamaan serta memindahkan elemen beban gaji, beban bunga, deviden, pajak dan laba ditahan ke sebelah kanan persamaan, maka dapat dihitung besarnya nilai tambah bersih:
HP – BI – Dep = BG + I + Div + T + LD ……………(2)
          Jika nilai depresiasi dalam persamaan (2) dipindahkan ke sebelah kanan persamaan maka akan didapat besarnya nilai tambah kotor:

HP – BI = BG + I + Div + T + LD + Dep
Contoh:
          Perusahaan A. Menjual bahan baku kepada perusahaan B. Secara keseluruhan penjualan ini tidak akan menaikkan nilai tambah, karena pertambahan nilai pada A akan diimbangi dengan pengurangan nilai tambah pada B (sebagai biaya bahan pada B). Apabila barang yang diperjual belikan itu aktiva tetap, maka seandainya B melaporkan atas dasar nilai tambah kotor, pembelian aktiva tetap oleh B tidak akan mengurangi nilai tambah, sedangkan nilai tambah A akan naik sebesar penjualan aktiva tetap tersebut.

Contoh Nilai Tambah Kotor:
Hasil penjualan                                                                     Rp.  100.000
Beban input Bahan Baku                                                      Rp.    30.000
Nilai tambah kotor                                                                Rp.    70.000
Didistribusikan Kepada:
Gaji dan Upah                                                                      Rp.   30.000
Bunga dan Deviden                                                              Rp.   15.000
Pajak Penghasilan                                                                 Rp.   10.000

Untuk mempertahankan dan memperluas aktiva:
Depresiasi                 Rp.  10.000
Laba Ditahan            Rp.     5.000                                        Rp.    15.000
Nilai tambah kotor                                                                Rp.    70.000

Contoh Nilai Tambah Bersih:
Hasil penjualan                                                                     Rp. 100.000
Dikurangi:
Beban input Bahan Baku                  Rp.    30.000
Depresiasi                                         Rp.    10.000               Rp.    40.000
Nilai tambah bersih                                                               Rp.    60.000

Didistribusikan Kepada:
Gaji dan Upah                                                                      Rp.   30.000
Bunga dan Deviden                                                              Rp.   15.000
Pajak Penghasilan                                                                 Rp.   10.000
Laba Ditahan                                                                        Rp.     5.000
Nilai tambah bersih                                                               Rp.   60.000

4.      Manfaat Laporan Nilai Tambah
1)   Pengungkapan
     Laporan nilai tambah merupakan usaha memberikan informasi yang lengkap dan relevan tentang kegiatan perusahaan dengan memasukkan informasi beberapa kelompok orang yang berkepentingan terhadap perusahaan, seperti pemilik, kreditur, pegawai dan pemerintah.
     Bagi pemakai laporan keuangan yang sudah ahli hal ini dapat dibenarkan karena mereka dengan mudah dapat mencari informasi yang sama dari laporan tahunan perusahaan. Namun demikian, perlu diingat bahwa tujuan utama laporan keuangan adalah memberikan informasi yang berguna bagai berbagai macam pemakai laporan keuangan yang memiliki kebutuhan dan kemampuan menganalisa yang berbeda.



2)   Sederhana dan Fleksibel
     Laporan nilai tambah sangat mudah disusun hanya dengan memodifikasi laporan laba rugi. Desamping itu, bentuk dan isi laporan nilai tambah lebih mudah dipahami dibandingkan laporan laba rugi, khususnya bagi para pegawai, pemilik modal dan pemerintah, karena laporan tersebut mengelompokkan pihak-pihak yang ikut menyumbang tercipiptanya nilai tambah perusahaan.
3)   Hubungan Industrial
     Laporan nilai tambah dimaksudkan dapat mencerminkan adanya “team spirit” di dalam organisasi perusahaan. Masing-masing pihak yang ikut menyumbangkan terciptanya kekayaan atau nilai tambah perusahaan akan mengetahui berapa besarnya sumbangan mereka terhadap penciptaan nilai tambah.
4)   Kebijakan Ekonomi
     Laporan nilai tambah berperan dalam memperbaiki kegiatan analisa ekonomi, oleh karena konsep nilai tambah konsisten dengan analisa input-output yang sering dipakai para ekonom untuk menghitung pendapatan nasional. Apabila setiap perusahaan secara konsisten menyajikan laporan nilai tambah, maka pemerintah akan mampu mengumpulkan data ekonomi secara akurat dan tepat waktu yang pada gilirannya akan memberikan data yang akurat bagi keperluan peramalan dan penyusunan kebijakan ekonomi pemerintah.
5)   Analisis Komparasi
     Laporan nilai tambah memberikan tambahan kriteria yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan membandingkan prestasi suatu perusahaan dengan perusahaan lain. Dengan mengetahui besarnya rasio antara nilai tambah dan gaji pegawai akan dapat diprediksi sehat tidaknya suatu perusahaan.
     Disamping itu laporan nilai tambah dapat pula dipakai sebagai alat untuk mengukur besar dan pentingnya suatu perusahaan. Besarnya perusahaan biasanya tercermin dari besarnya nilai penjualannya, tetapi perlu diingat bahwa angka nilai penjualan dapat menyesatkan jika besarnya turnover perusahaan hanyalah pencerminan dari biaya pembelian produk dari perusahaan lain yang di jual kembali kepada konsumen.

5.      Kelemahan Laporan Nilai Tambah
          Bagi para pemakai yang tidak memahami konsep laporan keuangan, laporan nilai tambah dapat membingungkan mereka sebab nilai tambah suatu perusahaan baik sebaliknya laba perusahaan turun.

          Misalnya penjualan suatu perusahaan Rp. 100.000, sedang biaya inputnya nol dan biaya gaji pegawai Rp. 110.000. laporan nilai tambah perusahaan menunjukkan Rp.100.000 (Rp. 100.000 – Rp. 0 dan menderita kerugian bersih sebesar Rp. 100.000 (Rp.100.000 – Rp. 110.000). apa yang terjadi pada perusahaan ini sebenarnya adalah kekayaan yang diciptakan oleh perusahaan Rp. 100.000 sedangkan kekayaan yang didistribusikan kepada pegawai sebesar Rp. 110.000 melebihi besarnya kekayaan yang diciptakan. Jadi ada transfer kekayaan dari pemegang saham ke pegawai perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA
Accounting Terminology Bulletin No. 1, (August, 1953)
APB, 1970, APB Statement No. 4, “Basic Concepts an Accounting Principles         Underlying Financial Statement of Business Enterprises”, New York:             AICPA
APB, 1973, APB Opinion No. 29,”Accounting for Non-MonetaryTransaction”,      New York: AICPA
Belkaoui, A.R., 1993, Accounting Theory, 3rd Ed., Orlando: Harcourt Brace          Jovanovich.
Chye, m, 1981., “Value added Statement: A Reappraisal”, Discussion Paper No 5,            Departement of Accounting and Finance, Massey University.
FASB, 1975, “Accounting for Contingencies”, Statement of Financial Accounting             Standard No. 5, March.
FASB, 1983, “Extinguishment of Debt”, Statement of Financial Accounting           Standard No. 76, November..
FASB, 1984, Statement of Financial Accounting Concepts No. 5, “Recognition      and Measurement in Financial Statement of Business Enterprises”,   Stampord, Connecticut
FASB, 1985, Statement of Financial Accounting Concepts No. 6, “Elements of       Financial Statements: A Replacement of FASB Concepts Statement No.3”,   Stampord, Connecticut
Godfrey, J., et. al., 1994, Accounting Thoery, Sydney: John Wiley and Sons
Hendriksen, E.S., 1982, Accounting Thoery, 4th ed. Illionis: Richard D.Irwin.
Hendriksen, E.S., and M.F, van Breda, 1992, 1992, Accounting Theory, 5th Ed.,     Homewood Illionis:, Irwin
Kam, V., 1990, Accounting Theory, 2nd Ed., New York: John Wiley and Sons.
Kohler, E.L., 1970, A Dictionary for Accountant, 4th Ed., Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.
Konsep Ekuitas. From http://bobbywicaksoul.blogspot.com, 23 November 2013.
Konsep Hutang dan Ekuitas. From http://dexsuar.wordpress.com,                           23 November 2013.
Lee, T (ed), 1981., Development in Financial Reporting, Philip Allan Ltd, Oxford.
Paton, W. A., and A.C. Littleton, 1940, An Introduction to Corporate Accounting Standard, AAA
Paton, W., 1962, Accounting Theory, Scholar Book Company (originally    published in 1992)
Renshall, M, 1979., Added Value in External Financial Reporting, The Institute of             Chartered Accountant in England and Wales, London.
Sprague, C., 1907, The Philosophy of Accounts, Ronald Press
Valter, W., 1947, The Fund Theory of Accounting and Its Implication for    Financial Reporting, University of Chicago Press
Weil, R.L., 1990, “ Role of Time Value of Money in Financial Reporting”, Accounting Horizon, Desember.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar