2.1. KARAKTERISTIK
HUTANG
Dalam FASB dalam SFAC No. 6, hutang
didefinisikan sebagai pengorbanan manfaat ekonomi masa mendatang yang mungkin
timbul karena kewajiban sekarang suatu entitas untuk menyerahkan aktiva atau
memberikan jasa kepada entitas lain di masa mendatang sebagai akibat transaksi
masa lalu.
Sama dengan definisi hutang yang
dikemukakan FASB, IAI (1994) definisi hutang (kewajiban) yaitu hutang
perusahaan masa kini yang timbul dari peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan
mengakibatkan arus keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat
ekonomi (paragraph 62).
Dari
pengertian tersebut komponen utama hutang antara lain:
1. Kewajiban Sekarang
Kewajiban timbul karena pada
saat sekarang suatu entitas memiliki tanggung jawab yang tidak dapat dihindari
untuk menyerahkan barang/jasa. Objek hutang yang sebenarnya adalah kewajiban
yang ada pada saat sekarang.
Oleh karena itu, menurut Kam
(1990: p.111) definisi hutang yang lebih menunjukkan pada saat sekarang adalah
kewajiban suatu unit usaha yang merupakan keharusan bagi unit usaha tersebut
untuk menyerahkan aktiva/jasa pada pihak lain di masa mendatang sebagai akibat
transaksi di masa lalu. Kewajiban dikelompokkan menjadi dua jenis, antara lain:
1) Kewajiban pada kreditor/hutang
2) Kewajiban kepada pemilik
Meskipum kedua pihak tersebut
memiliki hak terhadap aktiva, namun keduanya memiliki hak yang berbeda.
Kreditor memiliki hak untuk didahulukan pelunasannya dalam kasus likuidasi.
Sedangkan untuk pemilik, hak atas aktiva hanya didasarkan pada sisa aktiva
setelah kewajiban terhadap kreditor terpenuhi.
2. Hasil Transaksi Masa Lalu
Syarat lain dari hutang adalah
berasal dari transaksi masa lalu. Transaksi tersebut menunjukkan transaksi yang
benar-benar telah terjadi sehingga dapat digunakan untuk memastikan bahwa hanya
kewajiban sekarang yang harus dicatat sebagai hutang dalam neraca.
2.2. TERJADINYA
HUTANG
Intrepretasi terhadap terjadinya
hutang cenderung didasarkan konsep economic substance over
legal form bukan semata-mata pada aspek
yuridisnya. Dengan demikian, apabila dinilai dari substansi ekonomi suatu
transaksi/peristiwa memenuhi kriteria hutang, otomatis hutang akan diakui dan
disajikan dalam neraca.
1.
Keadaan Yang Dapat Menimbulkan
Hutang
Untuk menentukan suatu
transaksi sebagai hutang atau bukan, sangat tergantung pada kemampuan untuk
menafsurkan transaksi/kejadian yang emnimbulkannya. Namun demikian, ditinjau
dari penafsiran sematik apabila suatu kewajiban dalam kenyataannya memang ada,
maka yang paling penting adalah mencatat hal tersebut sebagaisuatu hutang tanpa
memperhatikan bagaimana terjadinya.
Kohler, (1970: hal.263)
menyatakan bahwa hutang adalah suatu jumlah yang harus dibayar dalam bentuk
uang, barang, atau jasa khususnya hutang yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
1) terjadi/telah terjadi
2) terjadi pada suatu saat tertentu di masa mendatang
3) terjadi karena tidak dilaksanakannya suatu tindakan di masa yang
akan datang.
Atas dasar hal di
atas, dapat dirumuskan bahwa hutang dapat terjadi karena beberapa faktor.
Hutang dapat terjadi karena faktor berikut ini:
1) Kewajiban legal/kontrak (Contractual
liabilities)
Kewajiban legal adalah hutang
yang timbul karena adanya ketentuan formal berupa peraturan hukum untuk
membayar kas atau menyerahkan berang (jasa) kepada entitas tertentu.
2) Kewajiban konstruktif (constructive
liabilities)
Kewajiban konstruktif timbul
karena kewajiban tersebut sengaja diciptakan untuk tujuan/kondisi tertentu,
meskipun secara formal tidak dilakukan melalui perjanjian tertulis untuk
membayar sejumlah tertentu dimasa yang akan datang.
3) Kewajiban equitable
Kewajiban ekuitabel adalah
hutang yang timbul karena adanya kebijakan yang diambil oleh perusahaan karena
alas an moral/etika dan perlakuannya diterima oleh praktik secara umum.
2.
Unconditional Right Of Offset
Kewajiban yang berasal dari kontrak berjalan untuk memperoleh
suatu barang dan jasa di masa mendatang dapat dikatakan sebagai suatu transaksi
hutang atau sebaliknya bukan hutang. Kewajiban tersebut merupakan suatu
transaksi keuangan yang berasal dari transaksi usaha dan menimbulkan kewajiban
untuk melakukan pembayaran di masa mendatang, apabila suatu barang atau jasa
telah diterima. Umumnya akuntan tidak akan mencatat kontrak tersebut apabila
tidak ada satu pihakpun yang melaksanakan suatu prestasi kerja. Alasannya
adalah sebelum barang tersedia, kewajiban pembeli terhadap hak penguasaan
aktiva ditandai oleh hak pembeli untuk menerima barang tersebut.
Dalam kondisi
tertentu kontrak yang harus dilaksanakan atas pembelian barang atau jasa dapat
tidak dilaporkan bila kewajiban terhadap komitmen pembelian tersebut melebihi
nilai barang yang diperoleh. Misalnya jika terdapat penurunan yang material
terhadap harga barang terjadi setelah kontrak pembelian jangka panjang
ditandatangani, maka kewajiban tersebut melebihi nilai hak menurut kontrak.
Akibatnya timbul suatu kerugian. Oleh karena itu pencatatan terhadap hutang
hanya dilakukan sebesar kerugian yang terjadi dari pelaporan laba bersih dan
mengkredit jumlah yang sama dengan debet kerugian yang timbul. Secara umum dapat dirumuskan bahwa hutang harus diakui dalam
laporan keuangan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Ada kemungkinan bahwa pengorbanan potensi jasa/manfaat ekonomi
masa mendatang akan dilakuka atau akan terjadi
2) Jumlah hutang dapat diukur dengan cukup pasti
Sementara itu Kam
(1990) mengatakan bahwa hutang dapat diakui berdasarkan kondisi berikut ini:
1)
Didasarkan
pada hukum
Adanya dasar hukum yang menyebabkan terjadinya hutang adalah
syarat legal untuk mengakui hutang, meskipun seringkali dapat terjadi karena
kewajiban equitable.
2)
Pemakaian
prinsip konservatisme
Prisip konservatisme mensyaratkan untuk mengantisipasi kerugian
dari pada keuntungan. Jadi rugi/hutang akan segera diakui kalau ada kemungkinan
akan terjadi. Pencatatan terhadap rugi/hutang semacam ini merupakan praktek
yang diterima umum.
3)
Substansi
ekonomi suatu transaksi
Apabila suatu transaksi ditinjau dari makna ekonominya telah
terjadi, maka hutang dapat segera diakui dan dilaporkan dalam laporan keuangan.
4)
Kemampuan
mengukur nilai hutang
Kriteria ini berkaitan dengan reabilitas informasi. Apabila
pengukuran terhadap hutang sangat subyektif/arbritrer, maka lebih baik tidak
dilakukan pengukuran dan hutang tidak dicatat dalam neraca.
2.3. PENGUKURAN
HUTANG
Dasar pengukuran hutang adalah
jumlah rupiah sumber ekonomi yang harus dikorbankan apabila pada saat penilaian
(pelaporan), hutang dilunasi. Dengan demikian, dasar penilaian yang digunakan
adalah nilai sekarang pengeluaran kas/pengorbanan sumber ekonomi masa mendatang
untuk melunasi hutang tersebut sampai tanggal jatuh tempo. Besarnya nilai
hutang tersebut harus didiskontokan dengan tingkat bunga tertentu dengan rumus
sebagai berikut:
PV = F
(1 + r)-1
PV = Nilai sekarang dari hutang pada tanggal
penilaian
F = Aliran kas masa mendatang pada
periode t dari tanggal penilaian
r = tingkat bunga
Dasar penilaian tersebut berlaku
untuk semua hutang. Weil (1990) menyebutkan bahwa pendiskontoan terhadap elemen
laporan keuangan hanya dapat dilakukan bila:
1. Elemen tersebut menunjukkan klaim kepada atau kewajiban untuk
membayar sejumlah tertentu yang dapat ditaksir dengan cukup pasti
2. Perusahaan akan membayar jumlah tersebut dalam periode lebih dari
satu tahun setelah tanggal neraca
3. Klaim/kewajiban timbul dari transaksi, kecuali transaksi executor contract
4. perusahaan telah merevaluasi elemen neraca karena adanya informasi
baru.
2.4. PENYELESAIAN
HUTANG
IAI (1994: paragraf 62) dalam SAK
menyebutkan bahwa penyelesaian kewajiban masa kini biasanya melibatkan
perusahaan untuk mengorbankan sumber daya yang memiliki manfaat masa depan demi
untuk memenuhi tuntutan pihak lain. Penyelesaian kewajiban yang ada sekarang
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan:
1. Pembayaran kas
2. Penyerahan aktiva
3. Pemberian jasa
4. Penggantian kewajiban tersebut dengan kewajiban yang lain atau,
5. Konversi kewajiban menjadi ekuitas
Kewajiban juga dapat dihapus dengan
cara lain seperti kreditor membebaskan atau membatalkan haknya.
1.
In-Subsance Defeseance
In-Subsance Defeseance adalah suatu rencana perjanjian dimana seorang debitur menempatkan
sejumlah tertentu harta moneter secukupnya yang bebas resiko pada kuasa badan
perwakilan (trust) tertentu untuk digunakan sebagai pembayaran hutang di
masa mendatang.
Gambaran tentang pelunasan hutang dengan cara In-Subsance Defeseancedapat dilihat pada contoh berikut ini. PT. A mempunyai hutang
obligasi sebesar Rp. 10.000.000 dengan tingkat bunga 8% per tahun, jangka waktu
pelunasannya 10 tahun. Atas hutang tersebut PT. A membeli sertifikat bank
Indonesia senilai Rp. 10.000.000 dengan tingkat bunga 8% per tahun, jangka
waktu pelunasannya 10 tahun. Pembelian tersebut dilakukan secara tunai dengan
total pengeluaran Rp. 7.500.000. sertifikat Bank Indonesia kemudian diserahkan
pada badan perwakilan untuk digunakan sebagai pelunasan hutang. Jurnal yang
dibuat adalah sebagai berikut:
Pada saat pembelian:
Investasi sertifikat Bank
Indonesia
Rp. 10.000.000
Kas Rp.
10.000.000
Pada saat penempatan sertifikat Bank Indonesia pada badan
perwakilan:
Hutang
Obligasi
Rp. 10.000.000
Investasi
sertifikat Bank Indonesia Rp.
7.500.000
Untung
(extraordinary) Rp.
2.500.000
Keuntungan PT. A
dalam melakukan transaksi semacam itu adalah sebagai berikut:
1) Hutang akan berkurang sehingga rasio debt equity menjadi lebih baik
2) Laba bersih tahun berjalan akan meningkat
3) Untuk tujuan pajak, untung tidak dapat diakui
4) Pendapatan bunga dari Sertifikat Bank Indonesia dapat digunakan
untuk menutup biaya bunga atas hutang obligasi
2.
Kredit Tangguhan (Deferred
Credit)
Dalam laporan keuangan sering kali timbul masalah yang berkaitan
dengan perlakuan kredit tangguhan tertentu yang dimasukkan sebagai hutang misalnya
uang muka yang dibayar pembeli tetapi produk belum diserahkan kepada pembeli.
Kasus demikian menunjukkan adanya kewajiban untuk menyerahkan aktiva atau jasa
pada masa mendatang kepada pembeli. Dengan demikian transaksi tersebut jelas
dianggap sebagai hutang. Kredit tangguhan yang sering menjadi masalah laba
kotor belum direalisasi yang timbul dari penjualan angsuran.
Apabila prinsip
pengakuan pendapatan atas penjualan angsuran diterapkan, laba hanya akan diakui
bila terdapat kas yang diterima atas penjualan angsuran tersebut. Laba kotor
yang belum direalisir merupakan perbedaan antara penjualan dan cost barang
terjual atas penjualan angsuran.
3.
Hutang Dan Rugi Kontijensi
(Contingent loss/Liabilities)
Dalam FASB Statement No. 5 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kontijensi adalah
suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan ketidakpastian akan timbulnya
kemungkinan hutang atau rugi suatu perusahaan, dimana timbulnya kemungkinan
tersebut tergantung pada terjadi atau tidaknya suatu hutang terutama menyangkut
kewajiban sekarang atau masa mendatang.
2.5.
KONSEP EKUITAS
Ekuitas
pemilik pada dasarnya bukan kewajiban, tetapi merupakan klaim sisa (residual claim) terhadap aktiva. Oleh
karena itu, konsep ekuitas tidak dapat didefinisikan tersendiri. FASB Statement of Financial Accounting Concepts
No.6 mendefinisikan ekuitas sebagai “hak
sisa terhadap aktiva suatu entitas setelah dikurangi hutang”. Dari definisi
tersebut dapat dikatakan bahwa dua karakteristik ekuitas adalah sebagai
berikut:
1. Ekuitas
sama dengan aktiva neto, yaitu selisih antara aktiva perusahaan dengan hutang
perusahaan.
2. Ekuitas
dapat bertambah atau berkurang karena kenaikan atau penurunan aktiva neto baik
yang berasal dari sumber bukan pemilik (pendapatan dan biaya) maupun investasi
oleh pemilik atau distribusi kepada pemilik.
2.6. TEORI
EKUITAS
Teori ekuitas adalah teori yang
menjelaskan sudut pandang yang digunakan dalam akuntansi berkaitan dengan
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Dengan kata lain, penyusunan dan
penyajian laporan keuangan sangat tergantung pada sudut pandangyang digunakan
yaitu siapa yang dianggap paling berkepentingan terhadap laporan keuangan.
1.
Teori Proprietary
Teori ini muncul sebagai perwujudan dari sistem pembukuan
berpasangan. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada pemilik. Jadi dalam
akuntansi, tujuan perusahaan, jenis modal, makna rekening dan lain-lain
semuanya dilihat dari sudut pandang pemilik. Dengan demikian tujuan perusahaan
adalah meningkatkan kemakmuran pemilik. Persamaan akuntansi yang digunakan
adalah
Aktiva – hutang = modal
|
Aktiva merupakan kekayaan pemilik, sementara hutang merupakan
kewajiban pemilik. Kepemilikan ini dianggap sebagai nilai bersih dari
perusahaan untuk pemilik. Ketika usaha baru dimulai, nilai ini sama dengan
investasi pemilik. Selama berjalanmya usaha maka nilai perusahaan sama
denganinvestasi awal ditambahakumulasi laba bersih setelah dikurangi prive
untuk pemilik. Jadi teori proprietary menganut wealth concept.
Teori proprietary sangat cocok diterapkan untuk organisasi
perusahaan perseorangan dan firma oleh karna dalam bentuk organisasi ini ada
hubungan personal antara manajemen perusahaan dengan pemilik perusahaan. Hal ini
disebabkan laba bersih atau net inocme ditambah setiap periode ke rekening
modal pemilik walaupun perhitungan laba bersih tidak mengukur kenaikan bersih
kekayaan.
Makna laba (Income)
Berdasarkan sudut
pemilik, pendapatan diartikan kenaikan modal pemilik, sementara biaya diartikan
Sebagai penurunan modal pemilik. Dengan demikian laba merupakan kenaikan
kekayaan atau kemakmuran pemilik selama satu periode yang menjadi hak bagi
pemilik
2.
Teori Entitas ( Kesatuan Usaha)
Teori entitas muncul untuk mengatasi kelemahan yang melekat pada
teori proprietary. Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan kegiatan usaha
menyebabkan perusahaan menjadi unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari
identitas pemilik. Hal ini berarti terdapat pemisah antara kepentingan pribadi
pemilik dengan kepentingan perusahaan. Perusahaan dianggap Bertindak atas nama
dan kepentingannya sendiri terpisah dari pemilik. Teori entitas didasarkan atas
persamaan akuntansi:
Aktiva = Hutang = Modal
|
Atau
Aktiva = Modal ( Hutang =
Modal Pemilik)
|
Jadi hutang adalah
kewajiban khusus perusahaan, dan aktiva menunjukkan hak perusahaan menerima
barang dan jasa khusus atau manfaat lainnya
Teori entitas
memiliki dua versi, yaitu versi tradisional dan versi baru. Perbedaan kedua
versi tersebut terletak pada sudut pandang yang digunakan dalam melihat
enntitas.
1)
Versi
Tradisional
Menurut pandangan tradisional perusahaan beroperasi untuk pemegang
ekuitas (equity holders) yaitu pihak yang memberi dana bagi perusahaan. Dengan
demikian perusahaan harus melaporkan status investasi dan konsekuensiinvestasi
yang dilakukan pemilik
2)
Versi
Baru
Pandangan ini menyatakan bahwa perusahaan beroperasi atas namanya
sendiri dan berkentingan terhadap kelangsungan hidupnya sendiri.
Meskipun kedua
pandangan diatas memusatkan perhatiannya pada kesehatan usaha ( entitas yang
independen), namun pandangan tradisional melihat pemegang ekuitas sebagai
partner dalam kegiatan usaha yang dijalankan. Sedangkan pandangan baru melihat
pemegang ekuitas sebagai pihak luar perusahaan. Olek karena pemilik dan
kreditor merupakan pemegang ekuitas yang memberi dana, maka persamaan
akuntansinya adalah:
Aktiva = Ekuitas
|
Atas dasar teori
entitas, neraca yang disajikan mengandung makna sebagai berikut:
1) Aktiva perusahaan menyajikan informasi langsung mengenai nilai
unit usaha
2) Ekuitas menunjukkan laporan tidak langsung terhadap jumlah nilai
yang sama
3) Aktiva adalah milik perusahaan
4) Hutang merupakan kewajiban perusahaan bukan kewajiban pemilik
5) Aktiva non monoter lebih relevan bila diukur dengan cost histories
karena nilai total aktiva sama dengan umlah pasivanya.
Makna laba
Dalam pendekatan
entitas ini, laporan rugi laba relevan dibandingkan neraca, alasannya:
1) Pemegang ekuitas lebih tertarik pada alba yang merupakan hasilm
dari investasi mereka
2) Perusahaan didirikan dengan maksud mencari laba
3) Laba merupakan perubahan dalam aktiva bersih perusahaan
4) Pendapatan adalah aliran masuk aktiva karena transaksi yang
dilakukan perusahaan
5) Biaya adalah cost aktiva atau jasa yang digunakan perusahaan dalam
rangka menghasilkan pendapatan
Laba ditahan
Menurut pandangan tradisional:
·
Bunga pinjaman adlah distribusi
laba ditahan atas pemakaian pinjaman modal bukan biaya bagi kreditor
·
Deviden merupakan distribusi
laba ditahan bagi pemilik saham
·
Pajak penghasilan merupakan
distribusi laba ditahan
Menurut pandangan baru
Kreditor dan
pemegang saham dianggap sebagai pihak luar. Bunga pinjaman, deviden dan pajak
penghasilan dianggap sebagai biaya perusahaankarena menu
3.
Teori Ekuitas Residual
Seorang teoritisi akuntansi William Paton (1962) menyatakan bahwa
ekuitas residual merupakan salah satu jenis ekuitas dalam kerangka teori
entitas. Dalam pandangan teori entitas, pemegang saham memiliki ekuitas di
perusahaan seperti pemegang ekuitas lainnyan, tetapi pemegang saham tidak
dianggap sebagai pemilik.
Jadi, teori ekuitas
residual merupakan pandangan antara teori proprietary dan teori entitas. Dalam
pandangan ini persamaan akuntansinya menjadi:
Aktiva – Ekuitas khusus =
Ekuitas Residual
|
Ekuitas khusus meliputi klaim kreditur dan ekuitas pemegang saham
preferen. Namun demikian pada kasus khusus dimana kerugian begitu besar
sehingga perusahaan mengalami kebangkrutan, ekuitas pemegang saham biasa dapat
hilang dan pemegang saham preferen atau pemegang obligasi menjadi pemegang
ekuitas residual.
Tujuan pendekatan
ekuitas residual adalah memberikan informasi yang lebih baik kepada pemegang
saham biasa dalam rangka pengambilan keputusan investasi. Pemegang saham biasa
pada umumnya dianggap memiliki ekuitas residual di dalam laba perusahaan dan di
dalam aktiva bersih pada saat likuidasi. Oleh karena laporan keuangan umumnya
disusun tidak dalam rangka likuidasi, maka informasi yang disajikan dalam
kaitannya dengan ekuitas residual harys berguna untuk
memprediksi dividen masa datang bagi pemegang saham biasa
4.
Teori Enterprise
Teori enterprise suatu perusahaan merupakan konsep yang lebih luas
dibandingkan teori entitas. Di dalam teori entitas perusahaan dipandang sebagai
unit ekonomi terpisah yang dioperasikan dalam rangkamemberikan manfaat bagi
pemegang saham. Sedankan dalam teori enterprise perusahaan dipandang sebagai
lembaga dosial yang dioperasikan dalam rangka memberikan manfaat bagi banyak
pihak yang berkepentingan.
Dalam arti luas
pihak-pihak yang berkepentingan meliputi pemegang saham, kreditur, pegawai,
konsumen, pemerintah dan masyarakat secara umum. Jadi bentuk luas dari teori
enterprise dapat dipandang sebagai teori akuntansi sosial
5.
Teori Dana
Teori dana mengabaikan asumsi hubungan personal dalam teori proprietary
dan asumsi personifikasi perusahan sebagai unit ekonomi dan legal secara
artifisal dalam teori entitas. Menurut teori dana, unit aktivitas operasi
merupakan dasar akuntansi. Unit aktivitas operasi ini disebut dana yang
meliputi sekelompokaktiva dan restriksi atau batasan-batasan yang menggambarkan
fungsi atau aktivitas ekonomi. Teori dana berdasarkan pada persamaan akuntansi
sebagai berikut:
Aktiva = Restriksi Aktiva
|
Aktiva
menggambarkan jasa prospektif kepada dana atau unit operasi. Hutang merupakan
retriksi aktiva khusus atau umum dari dana. Modal yang diinvestasikan
mencerminkan retriksi legal atau financial untuk menggunakan aktiva. Konsep
teori dana ini banyak digunakan di sektor pemerintah dan lembaga nir laba.
6. Posisi FASB
Financial Accounting
Standard Board (FASB) sangat jelas mengadopsi teori ekuitas residual ketika
berhubungan dengan ekuitas pemilik yang menyatakan“ hak residual pada aktiva
suatu entitas yang tersisa setelah di kurangi hutang”. Pandangan ini sejalan
dengan tujuan akuntansi yang dinyatakan oleh FASB yaitu menyediakan
informasi khususnya kepada investor atau lebih khusus kepada peemegang saham
biasa.
2.7. LAPORAN
NILAI TAMBAH (VALUE ADDED) SEBAGAI PELENGKAP LAPOREAN KEUANGAN
Laporan
nilai tambah menunjukkan pendapatan suatu perusahaan sebagai kesatuan usaha dan
bagaimana nilai tambah ini didistribusikan kepada kelompok-kelompok yang
menyumbangkan terciptanya nilai tambah tersebut. Tidak seperti halnya laporan
laba rugi yang menitik beratkan kepada laba yang tersedia bagi pemilik, laporan
nilai tambah memandang bahwa kegitan suatu perusahaan tidak lain adalah usaha
kolektif dari beberapa kelompok orang, yaitu pemegang saham, kreditur, pegawai
perusahaan dan pemerintah.
1.
Konsep Nilai Tambah
Konsep nilai tambah secara umum dapat didefinisikan sebagai
perbedaan antara penghasilan kotor yang diterima oleh suatu perusahaan dari
hasil penjualan produk dan jasa dengan jumlah uang yang dibayarkan untuk
membeli bahan baku dan jasa lain yang disediakan oleh pemasok dari luar
perusahaan. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa nilai tambah pada
dasarnya adalah hasil penjualan dikurangi dengan biaya bahan baku dan jasa
pihak luar yang digunakan dalam rangka menciptakan penghasilan tersebut.
Sebagian dari hasil penjualan dipakai untuk membayar bahan baku dan jasa yang
dibeli dari masyarakat di luar perusahaan. Sisanya adalah kekayaan atau nilai
tambah perusahan atau nilai tambah perusahaan yang diciptakan oleh pegawai yang
ada di dalam perusahaan yang bekerja dengan sejumlah modal yang berasal
dari pemegang saham, kreditur dan pemakaian fasilitas umum yang disediakan oleh
pemerintah
2.
MetodePenentuan Nilai Tambah
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung nilai tambah
suatu perusahaan, yaitu:
1) Metode Subtractive, yaitu nilai tambah perusahaan
dapat dihitung dari besarnya nilai penjualan atau output kotor perusahaan yaitu
dengan cara hasil penjualan (HP) dikurangi dengan beban input (BI) yang terdiri
dari bahan baku atau jasa yang dibeli dari luar perusahaan yang dipakai untuk
menghasilkan penjualan tersebut atau secara matematis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
NT = HP - BI
|
2) Metode additive merupakan nilai tambah perusahaan dapat dihitung dari laporan laba
opeasi, yaitu dengan cara menjumlahkan jumlah input produksi yang berasal dari
modal dan tenaga kerja dalam rangka menghasilkan penjualan. Dalam istilah
akuntansi adalah jumlah laba operasi (sebelum pajak, bunga dan pos-pos luar
biasa tetapi setelah menghilangkan unsur beban operasi dan laba yang berasal
dari kegiatan non produksi) ditambah dengan biaya gaji dan upah pegawai atau
secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
NT = BG + (LO – NP)
|
NT : Nilai Tambah
BG : Beban Gaji dan Upah
LO : Laba Operasi
NP : Beban Operasi dan Laba yang Berasal dari Kegiatan Non
Produksi
3.
Penyusunan Laporan Nilai Tambah
Laporan keuangan
nilai tambah dapat disusun dengan mudah hanya dengan mengubah laporan Laba
Rugi. Besarnya laba yang ditahan perusahaan dapat dihitung dengan cara
mengurangkan berbagai macam beban, pajak dan deviden dari hasil penjualan atau
secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
LD = HP – BI – Dep – BG – I –
Div – T…….(1)
|
LD : Laba Ditahan
HP : Hasil Penjualan
BI : Total Beban Input Bahan Baku dan Jasa Lain
BG : Beban Gaji dan Upah Pegawai
Dep : Beban Depresiasi
I : Beban Bunga
Div : Deviden yang Dibayar
T : Pajak Penghasilan
Dengan mengubah
persamaan (1) yaitu memindahkan elemen hasil penjualan, beban input dan beban
depresiasi ke sebelah kiri persamaan serta memindahkan elemen beban gaji, beban
bunga, deviden, pajak dan laba ditahan ke sebelah kanan persamaan, maka dapat
dihitung besarnya nilai tambah bersih:
HP – BI – Dep = BG + I + Div
+ T + LD ……………(2)
|
Jika nilai
depresiasi dalam persamaan (2) dipindahkan ke sebelah kanan persamaan maka akan
didapat besarnya nilai tambah kotor:
HP – BI = BG + I + Div + T +
LD + Dep
|
Contoh:
Perusahaan A.
Menjual bahan baku kepada perusahaan B. Secara keseluruhan penjualan ini tidak
akan menaikkan nilai tambah, karena pertambahan nilai pada A akan diimbangi
dengan pengurangan nilai tambah pada B (sebagai biaya bahan pada B). Apabila
barang yang diperjual belikan itu aktiva tetap, maka seandainya B melaporkan
atas dasar nilai tambah kotor, pembelian aktiva tetap oleh B tidak akan
mengurangi nilai tambah, sedangkan nilai tambah A akan naik sebesar penjualan
aktiva tetap tersebut.
Contoh Nilai Tambah Kotor:
Hasil
penjualan
Rp. 100.000
Beban input Bahan Baku Rp. 30.000
Nilai tambah
kotor
Rp. 70.000
Didistribusikan Kepada:
Gaji dan
Upah
Rp. 30.000
Bunga dan
Deviden
Rp. 15.000
Pajak
Penghasilan
Rp. 10.000
Untuk mempertahankan dan
memperluas aktiva:
Depresiasi
Rp. 10.000
Laba Ditahan Rp. 5.000 Rp. 15.000
Nilai tambah
kotor
Rp. 70.000
Contoh Nilai Tambah Bersih:
Hasil
penjualan
Rp. 100.000
Dikurangi:
Beban input Bahan Baku Rp.
30.000
Depresiasi Rp. 10.000 Rp.
40.000
Nilai tambah
bersih
Rp. 60.000
Didistribusikan Kepada:
Gaji dan
Upah
Rp. 30.000
Bunga dan
Deviden
Rp. 15.000
Pajak Penghasilan
Rp. 10.000
Laba
Ditahan Rp. 5.000
Nilai tambah
bersih
Rp. 60.000
4.
Manfaat Laporan Nilai Tambah
1) Pengungkapan
Laporan nilai tambah
merupakan usaha memberikan informasi yang lengkap dan relevan tentang kegiatan
perusahaan dengan memasukkan informasi beberapa kelompok orang yang
berkepentingan terhadap perusahaan, seperti pemilik, kreditur, pegawai dan
pemerintah.
Bagi pemakai laporan
keuangan yang sudah ahli hal ini dapat dibenarkan karena mereka dengan mudah
dapat mencari informasi yang sama dari laporan tahunan perusahaan. Namun
demikian, perlu diingat bahwa tujuan utama laporan keuangan adalah memberikan
informasi yang berguna bagai berbagai macam pemakai laporan keuangan yang
memiliki kebutuhan dan kemampuan menganalisa yang berbeda.
2) Sederhana dan Fleksibel
Laporan nilai tambah
sangat mudah disusun hanya dengan memodifikasi laporan laba rugi. Desamping
itu, bentuk dan isi laporan nilai tambah lebih mudah dipahami dibandingkan
laporan laba rugi, khususnya bagi para pegawai, pemilik modal dan pemerintah,
karena laporan tersebut mengelompokkan pihak-pihak yang ikut menyumbang tercipiptanya
nilai tambah perusahaan.
3) Hubungan Industrial
Laporan nilai tambah
dimaksudkan dapat mencerminkan adanya “team spirit” di dalam organisasi
perusahaan. Masing-masing pihak yang ikut menyumbangkan terciptanya kekayaan
atau nilai tambah perusahaan akan mengetahui berapa besarnya sumbangan mereka
terhadap penciptaan nilai tambah.
4) Kebijakan Ekonomi
Laporan nilai tambah
berperan dalam memperbaiki kegiatan analisa ekonomi, oleh karena konsep nilai
tambah konsisten dengan analisa input-output yang sering dipakai para ekonom
untuk menghitung pendapatan nasional. Apabila setiap perusahaan secara
konsisten menyajikan laporan nilai tambah, maka pemerintah akan mampu
mengumpulkan data ekonomi secara akurat dan tepat waktu yang pada gilirannya
akan memberikan data yang akurat bagi keperluan peramalan dan penyusunan
kebijakan ekonomi pemerintah.
5) Analisis Komparasi
Laporan nilai tambah
memberikan tambahan kriteria yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan
membandingkan prestasi suatu perusahaan dengan perusahaan lain. Dengan
mengetahui besarnya rasio antara nilai tambah dan gaji pegawai akan dapat
diprediksi sehat tidaknya suatu perusahaan.
Disamping itu laporan
nilai tambah dapat pula dipakai sebagai alat untuk mengukur besar dan
pentingnya suatu perusahaan. Besarnya perusahaan biasanya tercermin dari
besarnya nilai penjualannya, tetapi perlu diingat bahwa angka nilai penjualan
dapat menyesatkan jika besarnya turnover perusahaan hanyalah pencerminan dari
biaya pembelian produk dari perusahaan lain yang di jual kembali kepada
konsumen.
5.
Kelemahan Laporan Nilai Tambah
Bagi para pemakai yang tidak memahami konsep laporan keuangan,
laporan nilai tambah dapat membingungkan mereka sebab nilai tambah suatu
perusahaan baik sebaliknya laba perusahaan turun.
Misalnya penjualan
suatu perusahaan Rp. 100.000, sedang biaya inputnya nol dan biaya gaji pegawai
Rp. 110.000. laporan nilai tambah perusahaan menunjukkan Rp.100.000 (Rp.
100.000 – Rp. 0 dan menderita kerugian bersih sebesar Rp. 100.000 (Rp.100.000 –
Rp. 110.000). apa yang terjadi pada perusahaan ini sebenarnya adalah kekayaan
yang diciptakan oleh perusahaan Rp. 100.000 sedangkan kekayaan yang
didistribusikan kepada pegawai sebesar Rp. 110.000 melebihi besarnya kekayaan
yang diciptakan. Jadi ada transfer kekayaan dari pemegang saham ke pegawai
perusahaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Accounting Terminology Bulletin No.
1, (August, 1953)
APB, 1970, APB Statement No. 4, “Basic Concepts an Accounting Principles Underlying Financial Statement of
Business Enterprises”, New York: AICPA
APB, 1973, APB Opinion No. 29,”Accounting for Non-MonetaryTransaction”, New York: AICPA
Belkaoui, A.R., 1993, Accounting Theory, 3rd Ed., Orlando:
Harcourt Brace Jovanovich.
Chye, m, 1981., “Value added
Statement: A Reappraisal”, Discussion
Paper No 5, Departement of
Accounting and Finance, Massey University.
FASB, 1975, “Accounting for
Contingencies”, Statement of Financial
Accounting Standard No. 5,
March.
FASB, 1983, “Extinguishment of
Debt”, Statement of Financial Accounting Standard No. 76, November..
FASB, 1984, Statement of Financial Accounting Concepts No. 5, “Recognition and Measurement in Financial Statement of
Business Enterprises”, Stampord,
Connecticut
FASB, 1985, Statement of Financial Accounting Concepts No. 6, “Elements of Financial Statements: A Replacement of
FASB Concepts Statement No.3”, Stampord,
Connecticut
Godfrey, J., et. al., 1994, Accounting Thoery, Sydney: John Wiley
and Sons
Hendriksen, E.S., 1982, Accounting Thoery, 4th ed.
Illionis: Richard D.Irwin.
Hendriksen, E.S., and M.F, van
Breda, 1992, 1992, Accounting Theory,
5th Ed., Homewood
Illionis:, Irwin
Kam, V., 1990, Accounting Theory, 2nd Ed., New York: John Wiley and
Sons.
Kohler, E.L., 1970, A Dictionary for Accountant, 4th
Ed., Englewood Cliffs, N.J.: Prentice
Hall.
Lee, T (ed), 1981., Development in Financial Reporting,
Philip Allan Ltd, Oxford.
Paton, W. A., and A.C. Littleton,
1940, An Introduction to Corporate
Accounting Standard, AAA
Paton, W., 1962, Accounting Theory, Scholar Book Company
(originally published in 1992)
Renshall, M, 1979., Added Value in External Financial Reporting,
The Institute of Chartered
Accountant in England and Wales, London.
Sprague, C., 1907, The Philosophy of Accounts, Ronald Press
Valter, W., 1947, The Fund Theory of Accounting and Its
Implication for Financial Reporting,
University of Chicago Press
Weil, R.L., 1990, “ Role of Time Value of Money in Financial
Reporting”, Accounting Horizon,
Desember.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar